Aksi Mahasiswa

Aksi Mahasiswa
Presure Pemilihan Raja Tulehu

SELAMAT DATANG DI NEGERI TULEHU

SELAMAT DATANG DI NEGERI TULEHU

Kamis, 19 November 2009

Orangtua Giovanni Van Bronckhorst Puji Konsistensi Ambon Ekspres Ungkapkan Ada Kerinduan Gio Datang ke Maluku

Orangtua Giovanni Van Bronckhorst Puji Konsistensi Ambon Ekspres
Ungkapkan Ada Kerinduan Gio Datang ke Maluku

Sebagai koran terdepan dalam memublikasikan berita-berita segar seputar Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, maupun berita-berita olahraga lokal, Ambon Ekspres (Ameks) dipuji banyak

kalangan, terutama pendukung fanatik timnas Belanda, selama gelaran event sepak bola sejagat itu. Orangtua Giovanni Van Bronckhorst, kapten timnas Belanda di Piala Dunia 2010, Victor van Bronckhorst (50) dan Fransien ’’Sien’’ Sapulette (52) juga mengaku bangga dengan konsistensi koran ini. Minggu (24/10) sekira pukul 19.40 WIT sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya. Saat itu, saya lagi konsentrasi penuh untuk menulis berita berikut mengedit berita milik reporter olahraga Ambon Ekspres (Ameks). ’’Dear Mr Rony Samloy....we are the parents from Giovanni van Bronckhorst. If you appreciate we can give and interview.! So you can publicate the most recent news about Gio (Giovanni) and the real details in your newspaper Ambon Ekspres. Sincerly Victor van Bronckhorst,’’ begitu kalimat SMS Victor van Bronckhorst yang prinsipnya ingin mengajak saya bertemu sekaligus memberikan komentar di koran ini. Saya sempat membalas dengan kalimat berbahasa Inggris yang tak begitu fasih. Namun, karena sama-sama tak fasih menggunakan bahasa Inggris, Victor mengajak saya menggunakan bahasa Indonesia (Melayu). Saya sambut keinginan beliau dan disepakati pertemuan kami dilangsungkan di Café Sibu-sibu, Jalan Said Perintah Ambon, Kamis (28/10) petang, persis pukul 16.00 WIT. Dan bersyukur karena pertemuan penuh keakraban itu akhirnya terlaksana. ‘’Slamat sore, Tuan Victor (Van Bronckhorst) saya sudah (tunggu) di Sibu-Sibu,’’ bunyi konfirmasi saya sekira pukul 15.50 WIT . ‘’Oke Bung, tunggu ya..!,’’ balas Victor mengonfirmasi kedatangannya ke Café khas Maluku kepunyaan Victor Manuhuttu dan June Tahitu itu. Tak sampai lima menit, Victor dan Sien tiba bergegas turun dari mobil mereka dan langsung menuju lokasi pertemuan. Mereka datang ditemani Max Manuputty, warga Maluku di Negeri Belanda, yang mengaku berteman akrab dengan Marthen Sarimanella, eks Pelita Jaya Jakarta 90an yang kini menjabat Raja Negeri Passo. Marten juga termasuk pengurus teras PSSI Maluku periode 2009-2013. Membuka pembicaraan, Victor katakan, selama perhelatan Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, dia banyak mendengar tentang fanatisme pendukung sepak bola di Maluku, terutama Kota Ambon dan sekitarnya dari Jimmy Pentury, jurnalis Marinyo di Belanda. Fanatisme itu melebihi euforia di tempat lain di Indonesia. ‘’Wow, kata Jimmy, luar biasa dukungan orang di sini (Maluku) kepada timnas Belanda,’’ ungkapnya dalam bahasa Indonesia yang tak fasih. Beruntung ada Max yang bisa sedikit menerjemahkan maksud Victor yang banyak bercerita soal anaknya selama menjadi pemain amatir, pemain profesional di Feyenoord, Barcelona, Arsenal, hingga terpilih menjadi kapten timnas Belanda di Piala Dunia 2010. Itu luar biasa, sebab dalam sejarah perjalanan sepak bola Belanda, jarang ada pemain keturunan memegang ban kapten timnas. Giovanni membuktikan itu bahwa orang Maluku bisa melakukan tugas itu dengan baik meski Belanda hanya mampu merengkuh posisi runner-up setelah ditekuk Spanyol 0-1 di partai final Piala Dunia Afrika Selatan, 12 Juli lalu. Victor berkisah, Gio, sapaan akrab Giovanni, memulai debut di klub amatir setempat, Elmo. ‘’Waktu itu Gio masih berusia 6-7 tahun. Meski masih belia, talenta besar Gio sudah tampak ke permukaan karena setiap laga dia mampu menjaringkan 10 gol,’’ kisah Victor seraya memesan minuman kepada pelayan Café Sibu-sibu. Karena Elmo merupakan tim binaan Feyenoord, potensi Gio dilirik Feyenoord. Sewaktu merapat di De Kuip, markas Feyenoord, Gio kecil berumur 8 tahun. ‘’Tapi, di Feyenoord dan tim lain di Belanda, tidak gampang masuk menjadi bagian pemain inti. Harus ada seleksi. Waktu Gio masuk Feyenoord dia ikut seleksi dan main dalam laga persahabatan bersama Ajax Amsterdam, dan PSV Eindhoven. Selama di Feyenoord, Gio rajin latihan, disiplin, sekolah (sepak bola) dengan baik. Dan yang utama, dia menjaga mentalnya, tak gampang ikut arus,’’ lanjut Victor. ‘’Untuk Gio kita selalu nasehati agar jalan lurus, jalan rata-rata, jangan belok ke kiri dan ke kanan. Intinya, disiplin, kerja keras, dan mentaliteit (jaga mental),’’ sambung Sien, ibunda Gio. Di mata Victor, Sien dan Max, banyak warga Maluku di Belanda punya talenta yang baik di sepak bola, juga cabor lain, tetapi kurang menjaga mentalitas sehingga akhirnya tak berkembang. Mereka mencontohkan, Boby Petta, yang merupakan rekan setim Gio di Feyenoord. Pada paruh 1992, dalam laga persahabatan antara Feyenoord kontra Barcelona, Boby mampu mengemas dua gol kemenangan Feyenoord. Sayang, Boby tak bisa memperkuat timnas Belanda karena punya mentalitas buruk. Ini tak sebanding Gio yang membela timnas Belanda 126 kali (caps) sebelum pensiun. ’’Gio konsisten. Selain punya bakat yang luar biasa, orangnya tenang, disiplin, pekerja keras, dan punya mental yang baik. Gio itu jenderal lapangan yang bisa menjadi dirigen yang baik, dan itu diakui banyak orang,’’ salut Victor dan Max. Karena tampil terbaik ketika berkostum Feyenoord, Gio dipanggil KNVB untuk membela timnas U-15 Belanda. Rekan seangkatannya antara lain Clarance Seedorf (kini di AC Milan) dan Patrick Kluivert. Kariernya terus melesat hingga Gio dipercayakan pelatih Bert van Marwijk menjadi kapitan De Oranje, julukan timnas Belanda, di Piala Dunia Afrika Selatan. Victor menampik kabar bahwa Gio kini berada di Ambon dan sempat menikmati keindahan panorama Pantai Hutumuri, Pulau Ambon. ’’Itu tak benar, Gio masih di Belanda,’’ tepisnya ringkas. Ditanya apakah ada keinginan Gio untuk datang ke tanah kelahiran leluhurnya, Maluku, setelah pensiun dari lapangan hijau usai perhelatan Piala Dunia 2010, Victor katakan ’’Oh iya’’. Tetapi, jelas Victor dan Max, keinginan itu belum bisa terkabul dalam waktu dekat karena saat ini Gio tengah melatih skuad Feyenoord junior dan lagi praktek di timnas muda Belanda sebagai asisten pelatih. ’’Memang ada keinginan Gio ke sini (Maluku), dan itu diakui Gio sendiri kepada kita. Hanya saja, dia masih sibuk, waktunya terkuras menjadi pelatih dan orangtua bagi Jake dan Joshua. Jadi belum bisa ditentukan kapan (ke Maluku),’’ sahut Victor diamini Sien. Menyinggung apa perbedaan pembinaan sepak bola di Belanda dan di Indonesia, terutama di Maluku, Victor berujar terlalu jauh untuk membandingkan, ibarat langit dan bumi. ’’Di sana (Belanda), ada talenta, fasilitas memadai, anggaran apalagi, pemain amatir dapat uang saku dan juga kedisiplinan serta mental yang diutamakan. Di sini, mungkin talenta ada, tapi fasilitas, anggaran, maupun mentalitas pemain yang perlu diprioritaskan. Mental itu penting,’’ jelas Victor. Ditambahkan Max, di Belanda latihan dilakukan dua kali sehari. ’’Di sini, sesuai pembicaraan dengan Bung Marten Sarimanella karena beliau juga melatih, latihan jarang dilakukan. Dan harus dibedakan antara main bola dan atletik. Kalau atletik itu sifatnya perorangan, sementara sepak bola itu permainan tim, ada kerja sama antarpemain. Jadi tak boleh individual. Anda (wartawan) bisa lihat, Gio waktu main di Barcelona bersama Ronaldinho, tak pernah main individual. Sepak bola di sini harus merangkak dari filosofi ini, bahwa ini permainan tim, kolektifitas itu penting,’’ jabar Max yang mengaku dari Negeri Suli. Victor mengaku bersama istrinya, mereka sudah berkali-kali datang ke Ambon. Maklum, ibu Victor, Alfira Manuhuttu, asal Saparua. Ibunda Gio, Sien Sapulette berasal dari Siri-Sori Sarani (bukan Ulath), sementara nenek Gio dari garis ibu bermarga Lilipaly dari Ihamahu, Saparua. Keluarga besar ibunda Gio berada di Siri-Sori Sarani (Saparua), Lateri, Soya, Kudamati, dan Mahia. ’’Pertama kita datang pada November 1997. Waktu konflik sosial di Maluku, saya dan Sien tak bisa datang. Kita baru datang lagi pada Juli 2008 bersama SV Jong Ambon (klub amatir di Belanda). Waktu ke Ambon Plaza (Amplas) saya ditanya penjual kacamata, orangtua Giovanni ada di Ambon? Saya jawab; ya..ya..betul,’’ ujar Victor seraya melemparkan senyum kepada istrinya. Secara khusus Victor dan isteri memberikan respon positif dan apresiasi yang tinggi atas komitmen dan konsistensi Ameks memuat berita-berita seputar Gio dan pemain-pemain Belanda berdarah Maluku untuk memotivasi persepakbolaan Maluku, dan Indonesia secara umum. ‘’Saya apresiasi Ambon Ekspres untuk hal ini,’’ ucap Victor seraya mengacungkan jempolnya kepada saya. Dia pun bergegas membuka laptop pribadi merk Compact untuk memutarkan film penyambutan dan yel-yel sukacita pendukung timnas Belanda di Afrika Selatan. Dalam laptop itu juga ada foto Gio bersama sang istri, Maricka van Bronckhorst, kedua putra Gio (Jake dan Joshua), Elfira (adik perempuan Gio), Denis (adik laki-laki Gio), Jashinto dan Javaro (keponakan Gio), Victor dan Sien serta menantu mereka di rumah pribadi mereka di Rotterdam. ‘’Jadi cucu saja itu ‘’4 J ‘’ (Jake, Joshua, Jashinto, Javaro),’’ seloroh Sien. Selain itu, ada foto-foto Gio dengan fansnya, dan penghargaan dari pihak sponsor dan penyandang dana untuk kalangan cucu veteran di Belanda. ’’Kami akan selalu ingat Ambon,’’ ulas Victor. Kedatangan kedua orangtua Gio menjadi sebuah surprise dan motivasi di tengah ironi pesepak bola Maluku:Merana di persepakbolaan Indonesia, tetapi bersinar di atmosfir persepakbolaan dunia. (*Laporan: RONY SAMLOYAmbon*)